Oleh Haydar Al Jufry
Media sosial kini menjadi wadah silaturahim paling mudah dijangkau, paling hemat dan dapat mendekatkan kawan atau saudara dari mana pun juga. Namun sayangnya, seringkali kita kurang bijak dalam menggunakan media ini. Bukan memperkuat tali silaturahim, justru sebaliknya media sosial dapat menyebabkan perpecahan dan perang saudara. Banyak bermunculan postingan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.
Ironisnya, pada Bulan Ramadhan, bulan yang seharusnya digunakan untuk menyebarkan kedamaian, ujaran kebencian ini tak kunjung surut. Banyak muslim yang setiap hari shalat, puasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya, namun tidak berhenti untuk menyebarkan kebencian di dunia maya. Dalam kitab al-Adab al-Mufrad, Imam al-Bukhari mencatat hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menggambarkan ahli ibadah yang terancam masuk neraka. Mari kita simak haditsnya:
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Dikatakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah (seorang wanita) rajin mendirikan shalat malam, gemar puasa di siang hari, mengerjakan (kebaikan) dan bersedekah, tapi sering menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka.”
Mereka (para sahabat) berkata (lagi): “Fulanah (lainnya) hanya mengerjakan shalat wajib, dan bersedekah dengan beberapa potong keju, tapi tidak (pernah) menyakiti seorang pun.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Dia adalah penghuni surga.” (Imam al-Bukhari, al-Adab al-Mufrad, Beirut: Darul Basya’ir al-Islamiyyah, 1989, h. 54-55)
Dari hadis tersebut Rasulullah mengingatkan agar kita menahan diri, jangan gampang menyakiti saudara dan menyebarkan kebencian karena tidak semua manusia dengan gampang memaafkan kesalahan kita. Berbeda dengan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengampun. Rasulullah tahu, ruang maaf manusia terbatas, tidak seluas dan sedalam Tuhannya. Mendapatkan maaf manusia jauh lebih berat dan susah. Belum lagi jika kita tidak merasa bersalah, tapi orang lain memendam kesal kepada kita. Mengetahui diri kita salah saja, kita masih enggan meminta maaf, apalagi tak merasa bersalah sama sekali.
Hadits di atas adalah contoh nyata. Seorang wanita ahli ibadah, rajin shalat malam, gemar berpuasa, banyak bersedekah dan beramal, tapi lidahnya selalu membawa rasa sakit bagi tetangganya. Rasulullah mengatakan: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka.” Artinya, amal ibadah yang tidak berbanding lurus dengan perilaku sosial yang baik, ibadahnya kekurangan makna.
Dalam riwayat lain dikatakan, “man lâ yarham lâ yurham—orang yang tidak mengasihi, maka tidak akan dikasihi.” Ini menunjukkan bahwa kasih sayang sesama manusia tidak kalah pentingnya dengan ibadah yang bersifat ritual, bahkan Allah, dalam hadits di atas, tidak akan mengasihi orang yang tidak mengasihi sesamanya. Artinya, Allah menghendaki hamba-hambanya membangun dunia yang harmonis; menciptakan lingkungan yang sehat dari kebencian; membiasakan kepedulian; membudayakan sayang-menyayangi; mengembangkan “saling asa” dan “asuh”, serta hal-hal positif lainnya. Minimal tidak berbuat kerusakan di muka bumi, termasuk menyakiti perasaan sesamanya.
Karena itu, ketika diceritakan kepada Rasulullah tentang seorang wanita yang ibadahnya biasa-biasa saja, hanya menjalankan shalat wajib dan bersedekah ala kadarnya, tapi tidak pernah menyakiti perasaan orang lain, Rasulullah mengatakan: “Dia adalah penghuni surga.” Jika dipahami secara mendalam, hadits ini sedang berbicara tentang keadilan. Wanita itu memenuhi kewajibannya sebagai seorang hamba dengan melaksanakan perintah-Nya (shalat wajib), juga memenuhi hak-hak orang dengan tidak pernah menyakiti perasaan mereka.