Hari Pendidikan Nasional adalah hari yang ditetapkan pemerintah Indonesia untuk memperingati dan menghormati jasa-jasa salah satu pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan. Hari tersebut ditetapkan berdasarkan tanggal lahir dari Ki Hajar Dewantara yaitu 2 Mei yang jatuh pada hari ini.
Ki Hajar Dewantara ialah tokoh pelopor pendidikan di Indonesia sekaligus pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa. Dirinya dikenal sebagai sosok yang berani sebab mampu menolak kebijakan pendidikan pemerintahan Hindia Belanda pada era kolonial yang membuat hanya anak-anak kelahiran Belanda dan orang kaya saja yang bisa mendapatkan pendidikan.
Pemerintah kolonial Belanda dibuat harus mengasingkan Ki Hajar Dewantara bersama dengan 2 rekannya yakni Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo ke Belanda sebab sikap kritisnya, ketiga tokoh inilah yang dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.
Sepulang dari pengasingannya, Ki Hajar Dewantara pun membuat Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang didirikan di Yogyakarta pada 3 Juli 1922.
Berkat keberhasilannya dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan pada kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 26 April 1956, Ki Hadjar Dewantara wafat dan kematiannya membawa kesedihan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini mengusung tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”.
Tema ini masih merupakan lanjutan dari program Merdeka Belajar yang diusung dari tahun-tahun sebelumnya. Bersamaan dengan ini, Mendikbudristek juga menetapkan bulan Mei sebagai bulan Merdeka Belajar.
Maliza Jahrotu Tsani selaku guru mengatakan, peringatan HARDIKNAS harus menjadi momentum penting bagi seluruh elemen bangsa dalam Menciptakan Pendidikan Damai, Intoleransi, serta Anti Bullying dan Kekerasan.
“Guru dan orang tua dituntut bisa menyampaikan nilai-nilai pancasila bukan hanya dalam terori namun pada praktek kehidupan sehari-hari” ujarnya.
Perkembangan digitalisasi yang berlangsung begitu cepat harus diiringi kesiapan suluruh stakholders di lingkungan pendidikan dengan menjadi panutan yang positif dalam menjaga perdamaian.
Trend negatif yang amat mudah menyebar di media sosial harus jadi contoh kasus nyata yang bisa direlevansikan dalam pembelajaran. Konsistensi dalam tindakan pencegahan intoleransi bisa dilakukan dengan menciptakan suasana belajar yang rukun serta memperkuat kerjasama antar pelajar.