oleh: Yunus Septifan Harefa
Membatasi akses media sosial untuk pengguna internet di Indonesia merupakan salah satu langkah yang diambil oleh pemerintah agar efek kerusuhan tanggal 22 mei tidak menyebar melalui dunia maya. Menurut Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), “ada skenario untuk membuat kekacauan, menyerang aparat keamanan, dan menciptakan antipati kepada pemerintahan yang sah”.
Skenario semacam ini tersebar melalui penyebaran aneka kabar bohong alias hoaks di masyarakat lewat media sosial. Terlepas dari pro atau kontra, melalui keputusan ini, semakin jelas bahwa menjadi duta damai di dunia maya sudah sampai pada titik urgensi. Dengan terbitnya keputusan tersebut, inilah 5 alasan mengapa kita harus menjadi duta damai di dunia maya.
1. Media sosial berpengaruh besar dalam membentuk opini publik
Dalam laporan “Digital Around The World 2019”, diungkapkan bahwa dari total 268,2 juta penduduk di Indonesia, 150 juta di antaranya telah menggunakan media sosial atau sekitar 56 persen dari total jumlah penduduk. Melihat data ini, maka sudah jelas bahwa angka 150 juta pengguna medsos itu pasti memiliki peran dalam menentukan opini publik.
Sebelum ada media sosial, media konvensional menjadi andalan dalam menentukan opini publik. Namun, kehadiran media sosial sekarang ini telah menggeser peran media konvensional tersebut, sehingga masyarakat Indonesia lebih bebas dalam menerima dan menyebar informasi. Dengan melihat pengaruh yang besar seperti ini, maka peluang untuk menjadikan media sosial sebagai sarana untuk membentuk opini positif kepada publik juga besar. Di tengah-tengah ketegangan yang sedang terjadi, setiap pengguna media sosial dipanggil untuk menjadi duta damai dunia maya, yang punya kewajiban untuk membagun opini-opini yang menyejukkan dan mendamaikan.
Baca Juga : Relawan Literasi Digital: Cerdaskan Milenial Bermedia Sosial
2. Produksi hoaks di media sosial semakin meningkat
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo), sejak Agustus 2018-April 2019 ditemukan 1.731 hoax . Selama April 2019, jumlanya adalah 486 hoaks, yang sebagian besarnya berasal dari kategori politik. Jumlah produksi meningkat gelar pencobolosan pemilu dan semakin meningkat di pasca pemilu. Terlebih setelah pengumuman hasil pemilu-yang diikuti dengan demonstrasi-membuat produksi hoaks semakin lebih banyak.
Realitas seperti inilah yang seharusnya menggelisahkan kita sebagai pengguna media sosial. Sekarang ini, konten negatif lebih punya pengaruh besar di dunia maya. Hal ini disebabkan karena minimnya konten-konten positif yang diproduksi. Menyikapi hal ini, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjadi duta damai dunia maya yang bertugas untuk memperbanyak konten-konten positif dan narasi-narasi perdamaian.
3. Rendahnya minat baca yang berdampak pada suburnya berita bohong
Kepala Editor Trans Media Titin Rosmasari mengungkapkan bahwa rendahnya budaya literasi Indonesia menjadi salah satu faktor masyarakat mempercayai hoaks atau berita bohong. Hal ini juga sejalan dengan Data UNESCO yang pernah dilansir pada 2012, yang menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001 atau satu orang yang memiliki minat baca dari setiap seribu penduduk.
Akibat dari seseorang tidak suka membaca, akhirnya menjadi tidak teliti dalam menyebar sebuah berita, sehingga banyak yang terburu-buru untuk menyebar padahal sumber dan isinya belum tentu benar. Menanggapi hal ini, menjadi duta damai dunia maya adalah panggilan untuk para pengguna media sosial dalam membudayakan budaya literasi kepada masyarakat, melalui ajakan membaca dan juga menulis bahan-bahan bacaan yang positif.
4. Media sosial dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan ideologi radikal
Di zaman ini, media sosial adalah wadah utama dalam dalam sarana penyebaran ideologi. Kecepatan dan kemudahannya membuat media sosial menjadi pilihan tepat untuk menyebarkan paham tokoh-tokoh tertentu. Celakanya, media sosial digunakan sebagai sarana penyebaran ideologi yang radikal, yang tentu saja berdampak buruk bagi kehidupan bangsa dan negara.
Keputusan untuk membatasi akses terhadap media sosial pasca kerusuhan beberapa waktu yang lalu, juga salah satu cara untuk me meredam penyebaran paham-paham yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa, yang berdampak buruk untuk semakin memanaskan situasi.
Berkaca pada realitas ini, apabila para pembuat rusuh atau penganut ideologi radikal dengan masif menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan paham-paham mereka, lalu mengapa kita pengguna media sosial yang mencintai bangsa ini tidak menggunakannya sebagai sarana edukasi kepada masyarakat? Seharusnya kita bisa meredam paham-paham radikal tersebut dengan terus menggunakan media sosial sebagai sarana edukasi tentang nilai-nilai perdamaian.
5. Media sosial menjadi alternatif dalam perannya menjaga keutuhan NKRI
Jika kita mengingat kembali perjuangan para pahlawan di masa lalu, yang berjuang demi kemerdekaan bangsa, mereka mempertaruhkan seluruh hidupnya agar kita bisa mencicipi yang namanya merdeka. Perjuangan tersebut tidak berhenti dan terus berlanjut sampai sekarang agar keutuhan dan kesatuan bangsa ini tetap terjaga. Apa yang dilakukan oleh TNI dan POLRI dalam menangai kerusuhan yang baru saja terjadi tanggal 22 Mei yang lalu juga merupakan bentuk perjuangan untuk menjaga keutuhan NKRI. Mereka tidak takut mati demi menjaga Indonesia.
Lalu bagaimana dengan kita masyarakat biasa? Tentu saja perjuangan kita juga tidak kalah pentingnya dengan perjuangan para pahlawan dulu atau aparat keamanan sekarang ini. Kita bisa berkontribusi menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa ini melalui aktivitas menyebarkan konten-konten perdamaian yang menjujung tinggi nilai-nilai Pancasila melalui dunia maya. Sebagai pengguna media sosial, kita dipanggil untuk menjadi duta damai dunia maya. Ingat. Indonesia adalah rumah kita bersama. Menjaga keutuhannya adalah tugas kita bersama.