Ken Setiawan (Pendiri NII Crisis Center, Pusat Rehabilitasi Korban NII) menyampaikan bahwa korban paling banyak dalam NII ialah perempuan. Pernikahan menjadi salah satu faktor yang membuat banyak korban dari NII ialah perempuan, dikarenakan perempuan akan dituntut harus taat pada suami dan taat pada pimpinan dari NII.
Sebut saja Putri (nama samaran) yang merupakan korban NII awalnya bertemu dengan putra (nama samaran) di perantauan ibukota Jakarta.
Putra dikenal pemuda yang baik dan rajin, tidak ada curiga ketika mengajak ta’aruf untuk hubungan yang lebih serius yaitu menikah, karena melihat keseriusan Putra, akhirnya putri menerima ajakan menikah.
Setelah dipersiapkan, hari H sudah dekat, Putri sempat kaget karena diajak kajian agama bersama putra di suatu tempat dan dipertemukan dengan orang yang dianggap guru oleh Putra, katanya biar lebih afdol harus nikah dulu dengan gurunya, baru setelah itu nikah di KUA.
Karena tidak ada pilihan lain, akhirnya Putri mengikuti ajakan hijrah di NII dan mengikuti proses nikah versi NII yang disaksikan pimpinan NII, seminggu kemudian dinikahkan lagi di KUA
Awal dari malapetaka itu ternyata datang, setelah putri melakukan pernikahan dengan Putra (SAH), ternyata bukan hanya menjadi seorang istri saja, tapi ada kewajiban mengikuti kajian dan membayar sejumlah infak untuk NII.
Putri tidak curiga pada awalnya karena harus membayar dan mengikuti kajian, Putri terus mengikuti dan akhirnya dari pernikahan tersebut Putri Hamil dan melahirkan anak pertamanya. ternyata kegiatan semakin intens dan kewajiban infak juga semakin besar yang membuat Putri semakin curiga.
Karena dianggap sudah janggal akhirnya Putri protes dan tidak mau mengikuti kajian dan tidak mau memberikan infak ke NII yang berujung Putri digugat cerai.
Akhirnya Putri browsing di internet tentang bahaya NII dan menemukan nomer hotline pengaduan NII Crisis Center lalu menceritakan permasalahanya selama mengikuti suaminya dan memutuskan untuk berhenti di NII dan bercerai dengan suaminya.
Menurut Ken, kasus seperti Putri cukup banyak yang tidak terekspos terutama untuk perempuan yang tidak berani melawan, alasan bahwa ketika sudah menikah, seorang istri harus taat dan tidak boleh melawan pada pada perintah suaminya.
Jika diikuti, maka semakin lama maka akan semakin menderita, karena hanya diberikan kewajiban kewajiban, sementara hak haknya tidak pernah diberikan. Tutup Ken.