Puasa Ramadan di Indonesia tahun ini atau tepatnya pada 1445 H/2024 M dipastikan diawali secara berbeda-beda tidak berbarengan. Mayoritas umat Islam akan mengawali puasa Ramadan 1445 H pada 11 dan atau 12 Maret.
Penentuan awal bulan Hijriyah bisa didekati secara empiris melalui hisab dan atau rukyatul hilal, tidak sekadar berlandaskan keyakinan spiritual saja sehingga argumentasinya pun juga ilmiah
Muhammadiyah misalnya, sudah sejak awal tahun menetapkan awal Ramadhan 2024 jatuh pada 11 Maret sebab mereka tak memakai patokan bulan baru hijriah yang sebesar kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Muhammadiyah menetapkan awal bulan baru Kalender Hijriah berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya), dan bukan hisab ‘urfi (peredaran rata-rata). Penetapan itu didasarkan pada proses ijtimak (Bumi, Bulan, dan Matahari berada pada posisi garis bujur yang sama, tanda satu putaran penuh) atau konjungsi.
Sementara Pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan pendekatan Hisab sebagai informasi awal dan Rukyatul Hilal sebagai konfirmasi dalam menentukan awal bulan yang mempertimbangkan hasil hisab posisi hilal yang dikonfirmasi lagi lewat pengamatan hilal dengan kriteria MABIMS.
Sehingga mengacu pada kalender Hijriah Indonesia 2024 terbitan Kementerian Agama, maka awal Ramadan 2024 versi pemerintah dan NU jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.
Sebenarnya perbedaan awal puasa ini bukanlah sesuatu hal yang baru dan tidak terjadi hanya satu kali ini saja. Maka sudah sewajarnya perbedaan tersebut tidak sepatutnya menjadi perkara yang perlu diributkan dan diperdebatkan satu sama lain di kalangan umat Islam di Indonesia.
Sebagai sesama saudara seagama sudah seharusnya kita menghormati perbedaan pendapat dan pilihan, antar umat beragama saja saling toleransi masa sesama saudara seagama tidak bisa saling mengerti apalagi penentuan awal puasa yang berbeda tersebut berdasarkan metode perhitungan dalam Islam sendiri. Semangat berpuasa!