Pentingnya Kesadaran Kesehatan Mental Bagi Pemuda Untuk Menjaga Perdamaian

0
241

Dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS pada tahun 2017, dinyatakan jumlah Milenial (mereka yang lahir antara tahun 1981-1997) Indonesia berjumlah 33,75% dan Gen Z (mereka yang lahir antara tahun 1998-2010) berjumlah 29,23%. 

Dalam jumlah yang tidak sedikit tersebut, otomatis membuat mereka memiliki peran penting dalam keberlangsungan hidup berkebangsaan dan bermasyarakat serta aspek kehidupan lainnya. 

Dua generasi pemuda ini, sejak dini sudah mengemban tuas masa depan, jika mereka salah langkah maka tuas tersebut akan mudah bergeser kearah kegagalan baik untuk dirinya sendiri maupun sekitarnya. 

Dalam mengembangkan kesuksesan diri, kebangsaan dan kemasyarakatan haruslah pemuda memahami perdamaian agar segala tindakan yang dilakukannya tidak menjadi tuas kegagalan.Salah satu cara menanamkan jiwa perdamaian dalam diri pemuda dialah dengan pendidikan perdamaian. 

Mengutip modul Pendidikan Perdamaian: Model Pembelajaran, Tantangan, dan Solusinya, pendidikan perdamaian sudah menjadi keharusan untuk membangun perdamaian positif dimanapun pemuda berada. 

Perdamaian akan lebih strategis, jika para pemuda menjalankan perannya secara serius dengan pola dan model berbasis kearifan. Baik kearifan sifat yang bermakna kebijakan, berilmu, cerdik dan pandai pun kearifan lokal yakni, keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. 

Faktor kearifan diperlukan karena pada dasarnya hakikat menciptakan perdamaian agar tidak terjadi kekerasan dan perang bahkan menghentikan kedua hal tersebut seperti yang dikatakan oleh aktivis perdamaian, Steven Slade, pemahaman pemuda tentang perdamaian dapat mencegah siklus perang terulang kembali dan menciptakan tujuan perdamaian jangka panjang meskipun tidak bisa langsung dilihat dalam waktu yang instan, selain itu kearifan dipastikan mengandung nilai-nilai moral yang positif.

Lalu, dari sanalah diharapkan terjadi sustainable peace atau perdamaian berkelanjutan. Namun, bukan hanya proses pemuda menemukan dan mengembangkan sustainable peace tersebut, juga termasuk yang terpenting adalah proses pemuda itu sendiri untuk menemukan perdamaian dalam dirinya. 

Menyinggung kembali tentang tuas masa depan yang memiliki dua sisi, tak jarang menjadi beban berat yang tentu ada konsekuensinya. Beban berat ini menimbulkan banyak pertanyaan dalam diri pemuda, meragukan kemampuan yang dimilikinya, insecure, kebingungan, ingin mandiri namun masih perlu banyak pertolongan, merasa salah langkah dan merepotkan orang lain, dan banyak lagi.

Kedamaian diperlukan dalam diri pemuda untuk mengasah ketepatan intelektualnya, karena rasa marah yang membabi buta dan menyalahkan diri sendiri atas banyak hal akan mengacaukan nilai kearifan yang dibutuhkan dalam perdamaian. 

Dengan menyadari dan menerima kekurangan diri serta bisa berdamai dengan masa lalu atau dengan segala hal yang menyakiti diri, merupakan nilai perdamaian dan kearifan paling dasar.

Jika semata-mata mencari kedamaian diluar, berpeluh-peluh meneriakkan slogan damai tetapi lalai akan kedamaian diri sendiri bukanlah kedamaian yang murni, pemuda harus mendamaikan dirinya sendiri sebelum menyebarkan perdamaian. 

Sehingga, beban tuas masa depannya dapat berkurang dan tidak menjadi lebih kompleks. kedamaian diri sangat berkaitan dengan kesehatan mental, maka dari itu saya katakan pemuda harus lebih dulu menemukan kedamaian dalam dirinya sebelum menebar kedamaian diluar (mental health awareness). Pondasi yang kuat akan memberi hasil yang lebih kokoh. 

Persoalan kesehatan mental masih jarang dibahas bahkan dianggap sesuatu yang negatif, padahal gangguan ini sekarang paling banyak menimpa pemuda kita. Pemuda mengalami banyak waktu transisi secara psikologis, emosional, finansial, dan teknologi akibat tuas masa depan tadi. 

Setengah dari penyakit mental (mental illness) bermula sejak remaja. Organisasi Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) mengatakan, banyak kasus mental illness yang tidak dapat diatasi menjadi penyebab kematian tertinggi pada pemuda usia 15-29 tahun.

WHO pada 2017 menyatakan, depresi dan kecemasan merupakan gangguan jiwa umum yang prevalensinya paling tinggi. Lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia (3,6% dari populasi) menderita kecemasan. 

Sementara itu jumlah penderita depresi sebanyak 322 juta orang di seluruh dunia (4,4% dari populasi) dan hampir separuhnya berasal dari wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. 

Depresi merupakan kontributor utama kematian akibat bunuh diri, yang mendekati 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya. 

Mental illness, yang masih dianggap tabu memiliki porsi sama penting dengan kesehatan fisik. Mental illness adalah kumpulan penyakit gangguan kejiwaan yang mempengaruhi pikiran, perasaaan dan perilaku seseorang. 

Gangguan kepribadian ini membuat penderita sulit untuk mengetahui perilaku yang dianggap normal dan tidak. Beberapa mental illness yang kerap dialami pemuda ialah:

1. Anxiety Disorder ialah perasaan khawatir, cemas atau takut yang cukup kuat sehingga. mengganggu aktivitas sehari-hari.

2. Generalized disorder yaitu gangguan berupa khawatir terus-menerus, gelisah, dan terganggunya konsentrasi. 

3. Attention-deficit atau hyperactivity disorder (ADHD) merupaka gangguan mental berupa perasaan rendah diri, kesulitan menjalin hubungan hingga sulit beraktivitas sehari-hari.

4. Social anxiety disorder, penderita merasa interaksi sosial menyebabkan kecemasan irasional.

5. Bipolar disorder, berkaitan dengan perubahan suasana hati mulai dari titik terendah depresif hingga tertinggi mania.

6. Depresi, inilah kasus mental illness yang paling sering tidak tertangani. Depresi adalah terganggunya suasana hati atau mood dengan perasaan sedih yang mendalam dan apatisme.

Sangat disayangkan bukan, mengetahui generasi muda kita sebagai SDM unggul Indonesia pun untuk dirinya sendiri, meninggal secara sia-sia umumnya dengan cara bunuh diri karena melupakan kepentingan kesehatan mentalnya. 

Berbagai mental illness tersebut dapat diatasi dengan psikoterapi, konsumsi obat-obatan, rawat inap jika diperlukan serta yang paling penting adalah Support Group, seringkali penyulut mental illness adalah orang-orang terdekat kita yang tidak memahami mental health awareness. 

Semua ini juga wajib diiringi dengan kesungguhan atau tekad diri untuk sembuh dan terhindar dari mental illness. Dengan jiwa yang damai dan perasaan yang tenang pemuda akan dengan lugas menemukan cara menebarkan perdamaian disekitarnya.

Selanjutnya, dengan bekal mental health awareness dan pendidikan perdamaian untuk pemuda, mereka bisa menghasilkan karya atau inovasi yang memiliki nilai-nilai kearifan dan menjunjung tinggi persatuan bangsa, bertoleransi, berpegang teguh pada Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, dan UUD’45. 

Pemuda harus berani membela yang benar agar senantiasa kedamaian tidak dikorupsi, tentu saja dengan cara yang pintar perwujudan kearifan pendidikan perdamaian, tidak tergesa-gesa dan ceroboh serta terbuka pada Support Group-nya agar tidak terjadi tekanan yang memicu mental illness.

Karena lebih dalam mengenai tuas masa depan, pemuda dalam menjaga perdamaian, berperan menjadi agen ganda. Pemuda menjadi Agent of Change (Agen Perubahan), Agent of Development (Agen Pembangunan), Agent of Modernizations (Agen Pembaruan), Agent of Education (Agen Pendidikan), dan Agent of Pioneer (Agen Perintis atau Pelopor).

Sebagai penutup, Kondisi yang kamu miliki sekarang bukanlah dirimu yang sesungguhnya. Kondisimu akan hilang, tapi untuk sekarang itu adalah kekuatan super milikmu. Itu adalah agen perubahan milikmu (Miranda Hart). 

Tidak ada kata memalukan karena memiliki mental illness, bukan pula dosa besar telat menyadari pentingnya kesehatan mental, karena diri yang mampu menerima dan selalu ingin belajar hal-hal baik adalah kunci dari perdamaian. Perdamaian kecil yang berdampak besar bagi diri sendiri dan Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here