Pemuda Tarekat dalam Bingkai Perdamaian

0
923
Ilustrasi: Tebuireng.online

“Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekerasan, hal itu hanya dapat diraih dengan pengertian”
– Albert Einstein

Perdamaian merupakan cita-cita seluruh bangsa di dunia. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan implementasi dari keinginan adanya suatu perdamaian. Namun, perdamaian terkadang dinodai oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang haus dengan kekuasaan dan lebih sempit lagi karena nafsu dan ekslusivitas sudut pandang.
Perdamaian berasal dari akar kata “damai” dalam Kamu Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti tidak ada perang, tentram, tidak ada kerusuhan, tenang dan keadaan tak bermusuhan atau rukun. Damai juga berasal dari bahasa inggris peace yang ditemukan sekitar abad ke-12 abad pertengahan yaitu pees, yang diambil dari bahasa anglo-perancis pes dimana kata pes sendiri diambil dari bahasa latin yaitu pax yang berarti persetujuan, diam atau damai dan keselarasan. Berdasarkan konteks ini maka lawan dari kata peace secara etimologis adalah kata conflict, kata yang berasal dari abad ke 15 diambil dari bahasa inggris pertengahan dan latin yaitu conflictus yang bermakna membentur, menolak dan tidak selaras (Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, 2011).


Diera disrupsi teknologi ini, tantangan kita dalam menjaga perdamaian membutuhkan kekuatan besar. Kekerasan bukan lagi datang secara face to face atau nyata, akan tetapi kekerasan sering kali datang disebabkan dengan perkembangan teknologi yakni melalui perantara media sosial. Tidak sedikit kasus kekerasan secara mental gegara ulah jemari pelaku yang tidak bertanggung jawab dengan seenaknya melakukan intimidasi bahkan pelecehan seksual.


Peran Pemuda Tarekat


Lalu bagaimana peran pemuda dalam mengatasi ihwal diatas?
Pemuda merupakan komponen penting dalam mengatasi hal tersebut. Jika menurut World Health Organization (WHO) pemuda adalah mereka yang berusia 10-24 tahun maka yang terjadi saat ini adalah—menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)—generasi millennial atau bisa dikatakan pemuda yang mendominasi media sosial di tahun 2019 sekitar 91% berusia 15-19 tahun.
Diera milenium ini, pemuda dianggap sebagai komponen penyanggah atau motor penggerak dalam agen-agen perdamaian baik ruang lingkup nasional maupun internasional. Pemuda memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam menciptakan perdamaian. Oleh karena itu, pemuda harus memiliki tekad yang kuat, akhlak yang mapan agar cita-cita perdamaian termanifestasikan. Dalam mewujudkan suatu perdamaian sangat dibutuhkan pemuda yang mampu memahami kondisi sosial, politik, ekonomi, dan agama. Selain itu, pemuda harus memiliki pandangan inklusif dan memiliki adab dan akhlak paripurna. Karakter tersebut—menurut saya—ada di dalam diri pemuda tarekat.


Pemuda tarekat adalah seorang pemuda yang memiliki guru, baik secara ruhani maupun jasmani (Mursyid) yang diajarkan oleh gurunya agar selalu mengedepankan akhlak dan sikap tawasuth (Moderat), tasamuh (Toleran) dan tawazun (seimbang) dalam menyikapi segala hal. Pemuda tarekat ini bukan hal baru dalam panggung sejarah. Pada usia 21 tahun Sultan Muhammad Al-Fatih menaklukan konstantinopel (Baca: Istanbul, Turki). Ia merupakan salah satu pemuda berani, memiliki tekad kuat dan bersikap tawasuth, tasamuh, dan tawazun yang ber-thoriqoh/ bertarekat. Ketika dalam kepayahan saat menaklukan konstantinopel selama tiga bulan yang tak membuahkan hasil, Sultan al-Fatih didatangi guru musryidnya yaitu Syeikh Aksyamuddin yang bertarekat Syadziliyah. Kemudian guru sang Sultan memberikan petuah dan dzikir supaya diberikan pertolongan oleh Tuhan yang Maha Kuasa, Allah Swt. Kontstantinipel pun ditaklukan. Setelah Konstantinopel ditaklukan, masyarakat yang beragama Kristen tidak diusir, tidak diintimidasi atau dibunuh, melainkan diberikan peraturan sederajat dengan orang-orang muslim. Hal yang dilakukan Sultan al-Fatih ini, tidak mungkin tanpa izin gurunya. Artinya, pemuda yang memiliki guru/mursyid mampu bersikap moderat dan menciptakan perdamaian.


Selain itu, dalam panggung sejarah Indonesa para pendiri bangsa, Bung Hatta misalnya, ia dilahirkan di keluarga yang mengamalkan tarekat. Tarekat bapak dan kakeknya adalah Naqsyabandiyah yang merupakan salah satu tarekat mu’tabaroh (diakui) di Indonesia. Sudah barang tentu, setiap laku lampa kebijakan yang ia lakukan saat melawan penjajah dan memimpin Negara Indonesia tidak jauh dari pendidikan Tarekat yang diajarkan oleh ayahnya. Oleh sebab itu, pemuda tarekat mau tidak mau akan selalu menebarkan perdamaian baik diruang lingkup masyarakat sekitar maupun ruang lingkup nasional bahkan global. Dengan bekal yang didapatkan dari ajaran para wali, para guru mursyid bahwasannya menjaga perdamaian merupakan keharusan bagi para murid tarekat. Kalau merujuk ulama sufi yang lahir pada abad ke-13 yaitu Jalaluddin Rumi (mursyid tarekat Maulawiyah) perdamaian itu akan tercapai jikalau dilandasi dengan Cinta. Dalam syairnya mengatakan:
Melalui cinta, langit-langit dalam keselarasan
Tanpa cinta, bintang-bintang akan lenyap…..

Seiring dengan itu, Ibn Sina, seorang filusuf Muslim ternama mengatakan;
Cinta menjadi kekuatan hidup setiap gerakan

Mohamad Iqbal dalam salah satu puisinya yang berjudul “Cordoba” mengatakan;
Cinta asal kehidupan dan haram baginya kematian
Cinta menyingkirkan banjir datang melanda
Sebab cinta adalah air pasang mengalun
Tundukan topan dan badai

Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, M.A. dalam bukunya berjudul “Jawabannya adalah Cinta”. Cinta bisa diaplikasikan untuk keluraga, cinta terhadap tetangga, cinta terhadap anak, cinta terhadap pasangan, cinta terhadap tanah air, cinta terhadap antar negara dan cinta terhadap sesama manusia.
Syair-syair dan argumen ini dapat dipahami bahwa dengan rasa cinta, permusuhan, pertengkaran dan sikap intoleran tidak akan pernah terjadi. Oleh sebab itu, jikalau permusuhan dan pertengkaran mampu disikapi dengan cinta maka perdamaian itu akan terwujud.


“Kemenangan yang nyata dan berkelanjutan adalah kedamaian, dan bukan perang”
– Ralph Waldo Emerson


Wallahua’lam…


SHARE
Previous articleManipulasi Agama Dalam Politik
Next articleCinta dan Damai dari Nissa Sabyan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here