Puan dan Masyarakat Sumatra Barat

0
834
Puan Maharani
Politisi PDI Perjuangan sekaligus Ketua DPR RI, Puan Maharani. /Foto: ANTARA/

Belum lama ini ketua DPR Puan Maharani dari Fraksi PDIP membuat statemen atau pernyataan bahwa Masyarakat Sumatra Barat tidak panca silais, Statemen ini langsung membuat gaduh berbagai pihak termasuk masyarakat Sumatra Barat sendiri, yang terkenal dengan suku padangnya dan langsung dijawab oleh masyarakat sumatra barat sendiri bahwa mereka sangat menanamkan nilai-nilai yang terkandung di pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Mereka lalu beranggapan bahwa Statemen ini terjadi mungkin karena PDIP selalu kalah dalam berbagai pemilihan kepala daerah di sumatra barat.

Padahal banyak tokoh jaman awal kemerdekaan yang terlahir dari sumatra barat, antara lain, Bung Hatta, Sutan Syahrit, Tan Malaka, Buya Hamka, Mohammad Yamin, dan masih banyak lagi. Bila di tarik kebelakang mungkin penyebab kekalahan PDIP adalah rasa trauma Masyarakat Sumatra Barat akibat dari oprasi militer yang dilakukan oleh Presiden pertama republik Indonesia Soekarna dalam penumpasan pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada akhir tahun 1950-an.

Padahal Puan Maharani mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan masyarakat Sumatra Barat yaitu Suku Padang, karena Ayahnya Taufik Kemas Orang Padang, neneknya yang istri Soekarno yaitu Fatmawati juga Orang Padang dan kakeknya salah satu Ketua Muhammadiyah Bengkulu.
Sebenarnya statemen-statemen yang sering terjadi pada umumnya adalah karena bersifat politik saja, indonesia sangat luas terdiri dari berbagai suku bangsa dari aceh, sampai merauke, dari pulau mingas sampai pulau rote, jadi pernyataan-pernyataan yang mengakibatkan kegaduhan antar suku harus dihindari karena bisa mengakibatkan perpecahan antar anak bangsa.

Koordinator Duta Damai Jakarta, Aulia Trisia, juga berpendapat bahwa, “alangkah lebih baik kita tidak terprovokasi akan satu isu yang dapat memecah belah bangsa kita. Terlepas dari itu, pancasila adalah falsafah hidup bangsa. Ketika dia mengaku bahwa dia orang Indonesia yang tersebar dari sabang sampai merauke, maka tidak akan terlepas dan akan selalu ada pancasila di dadanya.”

“Saya percaya dari semua perbedaan yang ada, itu adalah cara kita agar tetap solid dan erat merawat perdamaian Indonesia. Karena memang manusia itu terlahir berbeda, tapi karena perbedaan itu membuat semuanya beragam dan indah jika dipersatukan.” Lanjut Aulia Trisia, selaku koordinator Duta Damai Jakarta dan juga mahasiswi Universitas Negeri Jakarta.

Tapi Indonesia terlalu kecil kalau hanya berbicara tentang satu suku, karena ribuan suku hidup berdampingan berbagi suka duka sepenanggungan dalam nasib yang sama dijajah koloniasme.

Seharusnya kita mencontoh Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid Presiden Ke 4 Indonesia yang di kudeta. Pada waktu itu pendukungnya Gus Dur rela mati untuk membela Gus Dur sebagai Presiden. Kata Gus Dur menenangkan Pendukungnya, “pulang kalian tidak ada jabatan yang harus dipertahankan mati-matian apalagi hanya Presiden. Gus Dur memerintahkan pendukungnya untuk pulang karena tidak ingin ada perpecahan sesama anak bangsa dia lebih memilih menerima kudeta atas dirinya sebagai Presiden. Bukan malah memanas manasi pendukungnya sebagai pihak yang terdzolomi lalu mengatasnamakan agama untuk mempertahankannya.

Saya ingin mengutip kata-kata Sayidina Ali RA bahwa “Saudaramu yang bukan seagama adalah saudara sesama manusia.”

Penulis: M. Khoirul & Aulia Trisia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here