War Takjil: Bentuk Toleransi di Bulan yang Suci

0
163
Thailand breakfast hawker Halal stall selling all kinds of foods in Aonang, Krabi.

Bulan Ramadhan setiap tahunnya hadir dengan ciri khasnya yaitu semarak menunaikan ibadah puasa dan shalat tarawih, kehangatan dalam berbagi serta tidak lupa semerbak harum takjil di sepanjang jalan menjelang berbuka. Namun, dari semua kekhasannya, bulan Ramadhan pada tahun ini terdapat sebuah fenomena menarik yang berkembang pesat, “war takjil”.

Konsep “war takjil” menunjukkan persaingan antara penjual takjil dalam memikat hati dan perut para pelanggan. Seiring berjalannya bulan suci Ramadhan war takjil kini tidak lagi hanya menjadi arena pertempuran antara para penjual dan pembeli, namun menjadi kompetisi antara muslim dan non muslim untuk saling memperebutkan takjil. 

Berkah dari bulan Ramadhan tidak hanya dirasakan bagi umat muslim di seluruh penjuru dunia tapi begitu juga non muslim. Hidangan takjil yang diperjualbelikan untuk kepentingan berbuka puasa bagi umat muslim, non muslim pun turut juga ikut andil di dalamnya walau hanya sekedar untuk dinikmati saja. 

Beragam jenis takjil populer seperti kolak, es buah, kurma, dan aneka kue kering menjadi primadona di tengah “war takjil” ini. Namun, yang membuatnya semakin menarik pada tahun ini adalah keikutsertaan non muslim untuk turut berburu takjil secara terang-terangan bahkan dengan kreativitasnya melakukan berbagai cara untuk bisa membeli takjil seperti berpenampilan layaknya umat muslim. 

Di samping pro dan kontra yang muncul akibat war takjil ini seperti dukungan kepada non muslim karena turut membantu menghabiskan dagangan penjual atau penolakan karena umat menjadi tidak kebagian takjil karena sudah didahului, kita harus memandang bahwa hal ini merupakan suatu bentuk toleransi yang hanya bisa terjadi di bulan yang suci sehingga harus dipandang secara positif. 

Di sisi lain, cerita dari lapangan menambahkan dimensi emosional pada “war takjil” ini. Para penjual takjil menceritakan tantangan dan kegembiraan dalam bersaing, sementara pelanggan aktif mencari takjil terbaik yang memenuhi selera mereka.

Sebagai kesimpulan, “war takjil” bukan sekadar tentang bisnis kuliner, tetapi juga mencerminkan semangat kompetisi, kekayaan budaya dan toleransi yang hidup di tengah masyarakat selama bulan suci Ramadhan. Fenomena ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap takjil yang kita nikmati, tersimpan keceriaan, persaingan sehat, dan kehangatan dalam berbagi.

SHARE
Previous articleTernyata Khilafah dan Pancasila Berjalan Beriringan
Next articleBulan Ramadhan Kuatkan Semangat Persaudaraan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here