5 Hal Ini Dapat dilakukan Untuk Menumbuhkan Sikap Toleransi Melalui Media Sosial

0
2467

5 hal ini dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap toleransi melalui media sosial

Oleh: Yunus Septifan Harefa

Salah satu definisi toleransi di dalam Oxford Dictionaries adalah, “the ability or willingness to tolerate the existence of opinions or behaviour that one dislikes or disagrees with”. Dengan kata lain, toleransi tidak selalu bersikap setuju terhadap sesuatu, tetapi sikap toleransi memberi ruang untuk menghormati dan menghargai perbedaan yang ada. Di negara yang beragam seperti Indonesia ini, sikap toleransi harus terus diajar dan ditumbuhkan supaya kesatuan dan keutuhan bangsa tetap terjaga.

Salah satu wadah untuk mengedukasi tentang toleransi kepada setiap generasi sekarang ini adalah melalui media sosial. Kebergantungan orang pada media sosial menjadi kesempatan besar untuk menanamkan nilai-nilai toleransi. Melalui media sosial, 5 hal ini dapat dilakukan untuk terus menumbuhkan sikap toleransi.

  1. Sadari bahwa di dunia maya kita bertemu dengan keberagaman

Dunia maya menjadi ruang terbuka yang sama sekali tidak lagi mengenal batas-batas geografis. Semua orang  bisa memanfaatkan, kapan saja dan di mana saja. Melalui dunia maya, kita dapat bertemu dengan orang-orang dari suku, budaya, dan negara yang berbeda-beda. Menggunakan dunia maya dengan menyadari hal semacam ini dapat membantu kita untuk lebih siap di dalam menghadapi keberagaman yang ada. Kesiapan inilah yang akan menolong kita untuk bersikap toleran dan tidak terjebak dalam perbuatan-perbuatan yang sedang “nge-trend” seperti sekarang ini, menebar ujaran kebencian dan berita bohong, yang akhirnya membuat gaduh dunia maya.

  • Hargai setiap perbedaan yang ada

Kita hidup dalam dunia yang beragam dengan perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dihindari. Perbedaan agama, pikiran, sudut pandang, pendapat, bahkan  perbedaan pilihan politik juga menjadi konsumsi sehari-hari para pengguna media sosial. Tentu saja tidak ada yang salah dengan perbedaan . Setiap orang berhak untuk berbeda. Baik perbedaan yang dibawanya sejak lahir, ataupun karena perbedaan karena pilihannya sendiri.  Namun, yang terpenting kita harus belajar untuk menghargai perbedaan yang ada dengan tidak “memaksakan” orang lain agar sepaham dengan keyakinan kita. Berbeda itu biasa. Hargai perbedaan. Kita ini beragam. Jangan paksa harus selalu seragam.

  • Berinteraksi dan bertemanlah dengan pengguna media sosial yang tidak seragam

Biasanya, teman kita di media sosial tidak lain adalah teman-teman kita sendiri, yang hampir mirip kesukannya dengan kita. Tidak salah pastinya. Tetapi, hanya berteman dengan orang-orang yang seragam dan sepaham dengan kita akan sulit membangun sikap toleransi dalam diri kita. Karena untuk menumbuhkan sikap toleran, kita harus bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda-beda dengan kita. Baik mereka yang berbeda agama, suku, dan budaya.  Oleh karena itu berinteraksi dan berteman dengan orang-orang yang berbeda seperti ini akan membantu kita untuk semakin mudah memahami dan tidak saling menghakimi.

  • Jika menemukan gagasan intoleran, santai saja.

Sebagai pegiat toleransi, pertemuan kita dengan orang-orang intoleran sekaligus dengan gagasan-gagasannya,  harusnya menjadi pertemuan yang tidak melanggar prinsip-prinsip toleransi. Kita tidak serta-merta berubah menjadi benci, menolak, atau menghakimi mereka yang intoleran. Karena dengan demikian, kita menjadi lebih intoleran dari mereka. Hal yang perlu kita lakukan adalah tetap santai. Santai dalam arti, kita tidak harus ikut terpancing membantah gagasan-gagasan intoleran yang mereka cetuskan. Kalau memang  terpaksa untuk berinteraksi, maka yang kita lakukan harus lebih banyak bertanya dan bertukar pendapat bukan membantah gagasan mereka dan memaksakan pendapat kita. 

  • Aktiflah mengampanyekan sikap anti intoleransi  dengan memproduksi konten-konten toleransi

Gagasan intoleransi  yang semakin merebak bisa jadi karena kurangnya  produksi gagasan toleransi yang dimunculkan. Akibatnya, jumlah intoleran seolah-olah banyak, padahal jumlah mereka sedikit dibanding para pegiat toleransi. Tetapi lebih berdampak karena mereka lebih aktif memproduksi konten-konten intoleransi. Oleh karena itulah, melihat kondisi semacam ini, kita tidak bisa berdiam diri. Sudah sepatutnya kita untuk ikut memerangi konten-konten intoleransi di dunia maya dengan memproduksi sebanyak-banyaknya konten-konten toleransi sebagai sarana edukasi yang efektif kepada para pengguna dunia maya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here