“Toleransi itu bukan hanya diajarkan. Toleransi harus dialami dan dirasakan.”
Sebenarnya apa sih makna toleransi itu? Apakah kita sudah benar-benar menanamkan nilai-nilai toleransi? Seperti motto dari SabangMerauke bahwa sebenarnya toleransi bukan hanya diajarkan, toleransi itu harus dialami dan juga dirasakan. SabangMerauke merupakan program pertukaran pelajar antar daerah di Indonesia dengan tujuan membuka cakrawala anak-anak Indonesia dengan menanamkan nilai-nilai toleransi, pendidikan dan ke-Indonesiaan. Komunitas SabangMerauke sendiri berdiri sejak tahun 2012, yang berarti sudah 7 tahun berjalan. Pada tahun 2019 program pertukaran pelajar ini dilaksanakan sejak 1 Juli – 20 Juli 2019. Anak-anak yang telah lolos seleksi akan tergabung menjadi Adik SabangMerauke (ASM), mereka akan tinggal dengan keluarga yang disebut Famili SabangMerauke (FSM). Selain itu ASM juga akan dibimbing oleh Kakak SabangMerauke (KSM) yang sudah terpilih dari beberapa Universitas yang ada di Indonesia.
Baik ASM, KSM dan FSM semuanya dilalui dengan proses seleksi dan wawancara terlebih dahulu. Mereka terpilih menjadi masing-masing 20 ASM, 20 KSM dan juga 20 FSM. Mereka dipasangkan dengan latar belakang keluarga yang berbeda, suku yang berbeda dan juga agama yang berbeda. Melalui ini merekapun bisa secara langsung belajar toleransi. Program ini dilaksanakan selama tiga minggu sebagai upaya untuk merawat toleransi. “SabangMerauke meyakini, bahwa toleransi tidak bisa hanya diajarkan, namun mesti dialami dan juga dirasakan,” Manajer Kurikulum SabangMerauke 2019, Bunda Adri Prima Lely, di Jakarta, Rabu 10 Juli 2019 saat diadakan konferensi pers.
Selama tiga minggu Adik SabangMerauke akan diajak untuk memahami banyak hal yang berbeda dari kesehariannya. Di minggu pertama ASM dan juga KSM belajar memahami keberagaman di Indonesia, yang salah satunya dengan berkunjung ke lima tempat ibadah di Jakarta. Kelima tempat ibadah tersebut adalah Gereja Katedral, Majid Istiqlal, Gereja Immanuel, Pura Aditya Jaya dan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Tak hanya berkunjung, mereka juga diperbolehkan untuk bertanya kepada pemuka agama mengenai kebiasaan yang ada disuatu agama lain.
“Saya bersyukur bisa terpilih menjadi kakak SabangMerauke tahun ini. Tujuan saya mengikuti program ini agar untuk mengoreksi segala prasangka dan juga banyaknya stigma negatif tentang agama lain yang melekat sejak dini. Selain itu melalui program SabangMerauke ini kedepannya saya bisa menjadi agent perdamaian dan menebarkan nilai-nilai toleransi yangsudah di dapat.” Ungkap Aulia Trisia , mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta yang bersuku Lampung. Di SabangMerauke ini Aulia dititipkan adik dari Maluku Utara, Kepulauan Sula yang bernama Jelfin Rahimbera.
Pada minggu kedua, ASM dan juga KSM diajak untuk bertukar cerita dengan tokoh-tokoh inspiratif yang ada di Indonesia. Beberapa tokoh yang dihadirkan adalah Sri Mulyani, Menteri Keuangan dan beberapa atlet Paragames Indonesia. Diharapkan Adik-adik SabangMerauke yang terpilih dari beberapa daerah di Indonesia dapat memiliki cita-cita yang tinggi dan dapat menyebarkan toleransi setelah balik ke kampung halamannya kelak setelah tiga minggu program ini. Kemudian di minggu ketiga, ASM dan KSM akan diajak untuk kritis terhadap penyebaran informasi di dunia maya. Sekaligus juga memproduksi dan membawa rencana tindak lanjut untuk kedepannya menjadi project mereka untuk menyebarkan toleransi,
Dengan adanya program SabangMerauke ini diharapkan stereotip masyakarat akan informasi suatu agama bisa perlahan berkurang. Diharapkan mereka yang terpilih menjadi ASM, KSM dan juga FSM dapat menjadi agent perdamaian di Indonesia. Melalui program ini juga mereka bisa belajar banyak selain toleransi yaitu juga menanamkan nilai-nilai pendidikan dan ke-Indonesiaan. Untuk mengetahui bagaimana keseruan program ini hastag merawat toleransi pun dikampanyekan di media sosial. (dutadamaijakarta/AT)