Anak Muda, Pelanggeng Garansi Toleransi yang Bergengsi

0
318

Bertoleransi dalam kaum sendiri untuk mencapai kedamaian yang diharapkan, bukankah itu sebuah keharusan?

Sayangnya muda-mudi kini banyak yang terjebak dalam bullying yang menyeramkan. Maraknya filter pengelok wajah di media sosial khususnya Instagram kini, nyatanya tidak sebanding dengan banyaknya muda-mudi yang mempunyai pemikiran bahwa perilaku colorism adalah suatu kenistaan. Banyak muda-mudi kini bahkan lebih eksis di layar kaca kecilnya masing-masing, ketimbang menunjukkan taringnya yang masih kuat kepada masyarakat, padahal eksistensinya sedikit banyak bisa membawa perubahan di lingkungan sekitar.

Sosial media memang seolah menjadi angin segar, yang menyediakan kebebasan berekpresi secara unlimited, yang harusnya diamini keberadaannya dengan baik, terlebih oleh muda-mudi terdidik, bukan ikut terjerumus dalam kubangan hoaks yang semakin pelik. 

Bertoleransi dalam kaum sendiri adalah saran yang tepat untuk perempuan yang tidak mendukung sesama perempuan, terlebih untuk perempuan muda yang harusnya berpemikiran lebih terbuka, dan ikut menciptakan suasana harmoni untuk kesehatan mental dan pemikiran perempuan.

Meskipun sejatinya toleransi harus diterapkan kepada semua makhluk tanpa terkecuali. Bahkan, toleransi kepada kaum intoleran disebut-sebut sebagai puncak dari sebuah sikap toleransi. Maka kenyataan banyaknya perempuan yang masih saja menyalahkan perempuan yang berstatus sebagai korban, dalam kasus pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual adalah hal yang menyeramkan.

Akarnya adalah banyaknya perempuan bahkan perempuan muda yang masih saja mendukung opini perempuan adalah sumber fitnah atau perempuan adalah sumber dosa. Lalu buah yang dihasilkan adalah semakin banyak beban trauma yang diterima korban, dan semakin rendah pula pandangan terhadap perempuan. Bagaimana damai bisa tercapai, jika dalam kaum sendiri saja masih belum bisa dilerai.

Bukan hanya perempuan yang berduka sebab kurangnya sikap saling menghargai sesama perempuan, dunia juga berduka atas berpulangnya si Bapak bangsa Nelson Mandela, tapi harusnya kasus colorism juga sirna.  Nelson Mandela memang jauh di Afrika sana, tapi kasus colorism bahkan selalu membersamai manusia dimana-mana. Pokok pemikiran yang putih yang berharga bahkan punyai narasi turunan cantik itu harus putih, narasi yang kemudian disebut sebagai standar kecantikan yang dilanggengkan, termasuk di Indonesia.

Pemikiran semacam ini biarlah tersimpan dalam catatan kelam bersama perbudakan di Afrika, ataupun penjajahan di Indonesia. Kaum muda yang lahir berpuluh-puluh tahun setelah Indonesia merdeka, harusnya berpemikiran merdeka pula, pemikiran yang tidak terjajah oleh pemikiran terdahulu yang mengkotak-kotakkan manusia.

Di masa kini, harusnya tidak ada lagi terdengar kasus bullying yang disebabkan perbedaan warna kulit, ras, ataupun suku. Anak muda harusnya malu ketika beberapa waktu lalu, masih saja ada yang menanyakan keberadaan pusat perbelanjaan modern, atau bahkan hal-hal kecil seperti sampo dan lulur kepada seorang influencer asal Papua.

Lalu soal influencer, menjadi seorang influencer di sosial media adalah jenis cita-cita baru, yang banyak digandrungi muda-mudi akhir-akhir ini. Tapi sayangnya, layar kaca itu justru jadi jurang pemisah antara pemuda dan masyarakat, berapa banyak muda-mudi yang sering cuat-cuit di sosial media mengusulkan perubahan, tapi Bu RT-nya di lingkungan rumah dia kelimpungan cari cara masukan proposal dana pembangunan.

Berapa banyak muda-mudi yang asik berdiskusi story instagram sana-sini seolah idealis, tapi tangis anak tetangga yang lapar beras habis, tak terdengar sebab terlalu apatis. Betapa banyak kasus penghinaan suku ataupun ras yang berujung tawuran antar kelompok masyarakat, padahal ada anak muda terdidik di dalamnya.

Kadang, ada beberapa keadaan yang mengharuskan anak muda terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat, berbaur secara kontinu membasmi stigma-stigma yang bersebrangan dengan toleransi. Jadi influencer di dunia maya memang menggiurkan, tapi jangan lupa juga, jadi influencer di dunia nyata juga dibutuhkan.

Membahas soal influencer, tidak lengkap jika tidak menyikut soal modal agar bisa leluasa berekspresi di media sosial. Seperti layaknya kuota unlimited yang ditawarkan oleh berbagai provider yang ada di Indonesia, kebebasan berekspresi secara unlimited yang ditawarkan oleh media sosial juga berlaku pembatasan, tergantung seberapa banyak modal yang dimiliki. Bedanya, jika kuota unlimited  yang ditawarkan provider bergantung pada rupiah yang dimiliki, maka kebebasan berekspresi bergantung pada pengetahuan yang dimiliki.

Seseorang yang tidak memiliki banyak pengetahuan mengenai suatu hal, tentu tidak bisa dengan bebas berbicara tunggang-langgang mengenai hal itu, terlebih di media sosial. Itulah mengapa kalimat bijaklah bermedia sosial sering kali mengudara, dimana-mana.

Karena bahaya yang disebabkan oleh informasi yang simpang siur kebenarannya adalah nyata, bukan hanya kebencian, bahkan hal itu bisa sebabkan perpecahan. Tugas anak muda sebagai calon pemimpin bangsa bukan lagi hanya bijak dengan media sosial sendiri, tetapi mengajak semua elemen untuk selalu menaati kalimat ini.

Soal cara menjadi diri yang bertoleransi bisa saja berbeda di tiap-tiap pribadi, bahkan pengertian toleransipun tak terukur oleh satu dua kalimat dari satu dua orang muda-mudi. Tetapi muda-mudi kini punya kartu garansi perdamaian Indonesia jika selalu bertoleransi, dan selalu mengkampanyekan kata ini.

Tugas ini memang bukan hanya untuk anak muda sendiri, tapi predikat pemuda sebagai aset bangsa dengan ide yang tak berkesudahan melengkapi kenyataan bahwa kedepannya milik muda-mudilah kepemimpinan negeri.

Lagi, bertoleransi sama sekali tak menimbulkan efek samping apapun, tidak seperti sedang mengonsumsi obat ataupun memakai suatu rangkaian skincare tertentu, malah bertoleransi bisa menimbulkan harmoni. Begitulah pentingnya kata sembilan huruf ini, terlebih Indonesia dengan keberagaman suku, agama dan budayanya, juga manusia dengan keberagaman pemikirannya, sifat, juga karakternya,  lantas apa lagi yang membuat semuanya berjalan beriringan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here