Musyawarahku, Musyawarah Kamu, Musyawarah Kita Semua

0
595

Identik dengan kalimat masyhur dan semarak, kita dengar sebagai masyarakat Indonesia yang menjadi benang merah akan pemerintahan ini adalah “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.  Dari sini bisa sangat diketahui bahwa memang keputusan terbesar atas negara ini menjadi milik rakyat sepenuhnya bagi kita yang tinggal di negara kesatuan dan persatuan.

    Dilihat dari keadaan negara kita ini yang sangat majemuk dan memiliki multi identitas tidak dapat dipungkiri rentan terjadi perbedaan pendapat dalam berbagai soal baik kemasyarakatan, budaya, politik, bahkan keagamaan. Untuk meminimalisir benturan antar pendapat, maka kita harus menemukan media titik tengah yang netral demi menyatukan bersama.  

    Dari slogan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” itu menjadi pengertian bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Berhubungan dengan demokrasi, musyawarah menduduki peran penting sebagai acuan ketika menghadapi serta menyelesaikan segala polemik yang dominan dari setiap kepala di negara kita ini.

Salah satu wujud multi identitas yang terjadi di Indonesia, yaitu keberadaan antar umat beragama yang terdiri dari berbagai kepercayaan berbeda. Sering kali adanya kesalahpahaman antar sesama umat beragama dalam menyikapi kehidupan sehari-hari. Berbagai argumentasi dikeluarkan dari berbagai kepala yang terkadang tidak bisa dipertanggungjawabkan, bahkan hanya menimbulkan perpecahan dengan segala dalil dari masing-masing penganut agama bahwa merekalah yang paling benar dan patut diikuti. 

Itu cukup lumrah terjadi di Indonesia ini dilihat pada saat hari raya suatu umat beragama, misalnya pro kontra akan “pengucapan” selamat hari raya terhadap suatu agama lain terkadang menjadi polemik yang panas. Banyak dari mereka belum mengerti dan hanya mengandalkan emosi bahwa perbuatan tersebut adalah tidak pantas dan merupakan hal yang bisa dikatakan menjadi haram. 

Dari berbagai permasalahan yang timbul, bahwa musyawarah bisa menjadi salah satu media penengah persatuan bangsa yang multikulltural ini. Berbeda dengan hukum yang cenderung kaku dan memaksa dalam penerapannya dibandingkan dengan musyawarah yang cenderung memiliki sifat kondusif, netral, dan cukup ideal. Yang dimana didalamnya saling mengutarakan pendapat dan bersikap menghargai serta toleransi antar pendapat sampai nantinya akan menciptakan dan menghasilkan suatu keputusan yang maslahat demi kemajuan bersama. Entah dari ranah politik, budaya, maupun keputusan hukum antar sesama. 

Sebagai contoh, dialog virtual antar pemeluk agama-agama di Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan sebagainya) bisa menjadi salah satu cara untuk merawat perdamaian yang telah dibangun oleh pendahulu kita. Yang nantinya agar kita dan generasi penerus bisa memahami dan menyikapinya dengan indah bahwa pada hakikatnya keragaman itu bukan sesuatu yang harus dipaksa menjadi satu seragam dengan segala cara yang dilakukan, tapi dari keragaman merupakan hal yang indah dan kita ambil sisi perdamaian serta saling melengkapi dari perbedaan tersebut.

Dari multikultural Indonesia ini bisa dianalogikan sebagai suatu rumah yang dihuni oleh “beribu” manusia di dalamnya. Yang tak luput dari berbagai pemikiran yang berbeda dan bercabang sehingga dibutuhkan suatu “common sense” yang bisa menjadi titik ekuilibrium bangsa sehingga terciptanya umat yang selalu berdamai, aman, tentram dan sahaja. 

SHARE
Previous articleSUDAHKAH SEMUA ORANG MEMPEROLEH HAM?
Next articlePancasila dan Islam Berjalan Beriringan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here